Laru untuk Nira sebagai Solusi Pertanian Organik Berkelanjutan | Kabar Dari Desa | Desa Gelaranyar -->

ads

Laru untuk Nira sebagai Solusi Pertanian Organik Berkelanjutan

Nira kelapa adalah cairan bening yang keluar dari bunga kelapa yang pucuknya belum membuka. Cairan ini merupakan bahan baku dalam pembuatan gula (baca proses pembuatan gula semut di sini ). Nira yang segar mempunyai rasa manis berbau harum dan tidak berwarna. Pengambilan nira kelapa dimulai dengan cara menyadap mayang bunga kelapa yang berumur satu bulan atau bulan mekar. Nira keluar, ditampung dalam pongkor atau yang biasa kita sebut wadah jerigen yang dipasang di bawahnya.

Nira kelapa sangat mudah mengalami fermentasi karena mengandung sukrosa yang tinggi. Jika nira tidak langsung diolah setelah penyadapan, maka warna nira akan berubah menjadi keruh ke kuning-kuningan, terasa asam dan baunya menyengat. Hal ini disebabkan oleh terjadinya pemecahan sukrosa menjadi gula reduksi. Proses pemecahan sukrosa tersebut karena rendahnya derajat keasaman (pH) nira. Karena itu penderes gula merah perlu melakukan penambahan pengawet ke dalam wadah atau pongkor untuk mempertahankan nira sehingga tidak terjadi proses fermentasi khamir dan bakteri yaituS. cerevisiae, L. mesenteroides,danL. plantarum.

Pada umumnya penderes menggunakan zat pengawet nira yaitu bahan sulfit (SO2) . Sulfit sangat tidak baik digunakan dikarenakan berasal dari bahan kimia dan dapat mengganggu pernafasan penderes pada saat menyadap nira. Sebagai solusi pertanian organik berkelanjutan yang ramah lingkungan dalam pengawetan nira secara alami yaitu dapat dilakukan dengan membuat laru sebagai bahan pengawet alami.

Laru merupakan bahan pengawet nira yang berasal dari bahan alami tumbuh-tumbuhan. Bahan pengawet ini dibuat dari kulit buah manggis, kayu nangka, dan kapur. Kulit manggis menurut Naufalin,dkk(2012), memiliki efektivitas tinggi dalam mempertahankan kualitas nira kelapa selama penyimpanan. Selain itu, kulit manggis memiliki aktivitas antimikroba dan atioksidan. Kulit nangka memiliki peran sebagai penghambat fermentasi karena di dalam kulit nangka terdapat senyawa tannin, alkaloid, saponin, dan flavonoid.

Tannin mempunyai sifat atau daya bakterostatik, fungistatik, dan merupakan racun. Saponin merupakan racun bagi binatang berdarah dingin tetapi tidak beracun bagi manusia. Alkaloid adalah senyawa pahit yang dapat menghambat pertumbuhan bakteri (Robinson, 2015). Flavonoid digunakan sebagai anti bakteri, anti alergi, sitotoksik, dan anti hipertensi (Sriningsih, 2008).  Kapur dapat mempertahankan pH  nira tetap tinggi yang disebabkan oleh OH-, sehingga dapat menghambat terjadinya hidrolisa baik oleh jasad renik maupun pengaruh asam (Erwinda, 2014).

Laru dibentuk dengan mencincang kasar 2 kg kayu nangka & kulit manggis yg masih segar. Kemudian semuanya dimasukkan ke pada wadah penyimpanan. Larutkan 1 kg kapur sirih atau kapur tohor dengan 2 liter air panas yang baru mendidih. Lalu tuangkan air kapur ke pada wadah berisi cincangan kayu nangka dan kulit manggis. Kemudian tutup hingga rapat. Simpan dalam suhu kamar selama 3 hari & diaduk setiap hari satu kali. Jika laru sudah habis bisa dipakai kembali sebesar satu kali dengan menambahkan larutan kapur, lalu simpan lagi selama tiga hari. Cara aplikasi laru ini dapat dilakukan menggunakan cara memasukkan laru sebanyak 250 cc ke dalam pongkor atau penampungan nira yg akan digunakan. Jumlah pengawet ini dapat menampung sebanyak 10 liter nira. Apabila perlu bisa sesuaikan jumlah laru sesuai perkiraan jumlah banyaknya nira.

Penulis: Ega Apriliana/Research and Development Agroberdikari